Ma’ruf Amin Lebih Visioner Dari Sandiaga Terkait 10 Years Challenge

Share Liputan46 Ke Sosmed Anda.

Ma’ruf Amin Lebih Visioner Dari Sandiaga Terkait 10 Years Challenge

Maruf Amin Lebih Visioner Dari Sandiaga – Liputan46.com – Hasto Kristiyanto selaku Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) menyebut bahwa pernyataan 10 Years Challenge (tantangan 10 tahun) di debat Calon Wakil Presiden (Cawapres) lebih visioner dibandingkan dengan Sandiaga Salahuddin Uno.
Dengan tampilan debat tersebut rakyat melihat bahwa boleh jadi Sandiaga Uno lebih muda namun KH Maruf Amin jauh lebih visioner.
Program kongkret dan menjawab kebutuhan,” kata Hasto dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Minggu (17/3/2019).

Menurut Hasto, dengan dilontarkannya gagasan 10 years challenge yang sempat hangat beberapa waktu lalu di sosial media.
Hal itu membuktikan bahwa kearifan Ma’ruf menjadi daya unggul yang menyebabkan apa yang disampaikan penuh dengan kejujuran dan sebagai saripati suara umat.
Memerlukan kematangan lahir batin. Kedewasaan dalam pikir yang digerakkan oleh suara hati pemimpin,” tutur Hasto.

Selain itu, Hasto menilai dalam hal kebudayaan, gagasan Ma’ruf Amin terlihat lebih matang dibandingkan Sandiaga.
Salah satu contohnya adalah, soal pemahaman terhadap pentingnya opera house, pemahaman budaya digital.
Dalam diri Kyai Maruf, nilai-nilai Islami menjadi bingkai kemajuan dan bahasa yang disampaikan pun akrab bagi kalangan anak muda,” ucap Hasto.

Maruf Amin Lebih Visioner Dari Sandiaga

Pada sesi sesi tanya jawab nampak keunggulan cawapres nomor urut 01, KH Ma’ruf Amin ketimbang Sandiaga Uno.
Hal itu dilontarkan Sekretaris TKN Jokowi-Ma’ruf, Hasto Kristiyanto.
Ketika Sandi menanyakan tentang kebijakan tenaga kerja asing, Kiai Ma’ruf mendengarkan pertanyaan dengan seksama. Jawaban yang disampaikan pun mengena, bagaimana tenaga kerja asing di Indonesia punya persentase terendah di dunia,” kata Hasto, Minggu (17/3/2019).

Selain itu lanjut Hasto, ditegaskan kebijakannya bahwa ada unsur transfer of technology ketika TKA diterima, serta ruang lingkup TKA tidak di sektor yang berkaitan dengan usaha UMKM rakyat.
Kemudian pentingnya mendorong peningkatan kualitas tenaga kerja Indonesia merupakan jawaban Kiai Maruf yang muncul melalui proses mendengarkan.

Sebaliknya Sandiaga Uno tidak memiliki empati untuk mendengarkan terhadap berbagai persoalan.
Jawaban atas stunting melalui sedekah putih dipatahkan oleh Kiai Ma’ruf terhadap pentingnya balita menerima ASI dalam 2 tahun sejak kelahirannya,” tuturnya.
Pertanyaan Kiai Ma’ruf lanjut Hasto nampak sederhana, namun di situlah tercermin kemampuan dasar seorang pemimpin, kemampuan mendengarkan.

Sandiaga dengan pengalamannya sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta ternyata tidak memahami substansi instrumen transfer daerah tersebut.
Maka jawabannya pun melebar karena kegagalan dalam mendengarkan pertanyaan.
Pilih pemimpin dengan kepekaan nurani karena kesabarannya untuk mendengarkan. Debat tentukan kualitas pemimpin,” ujarnya.

ADUQ ONLINE | BANDARQ ONLINE | BANDAR POKER | JUDI POKER

Share Liputan46 Ke Sosmed Anda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *